Sabtu, 11 April 2015

Runtuhnya Pilar Andromeda

Runtuhnya Pilar Andromeda

Andromeda Dwi Satrio, seorang remaja yang memiliki kemampuan intelegensi tinggi. Andro, begitu ia biasa dipanggil. Posisinya sebagai urutan teratas di kelasnya tidak pernah tergantikan sejak sekolah dasar. Sejak kecil, Andro bercita-cita untuk menjadi ilmuwan. Keluarganya sangat tergila-gila pada ilmu pengetahuan. Sekarang ia kuliah di Fisika Universitas Pendidikan Indonesia.
Rangkaian ospek universitas dan jurusan telah ia lalui. Sejak awal masuk, sifatnya yang ramai dan kritis membuatnya mudah dikenal dan mendapat banyak teman, terutama di kalangan jurusannya. Namun, bukan hanya Andro yang kritis dan pintar.
“Ijin menanggapi pernyataan Andromeda. Nama, Hilal Ahmad…”
“Wah, nama kamu Hilal? Yang tadi Andromeda? IPBA banget yah. Jangan-jangan kalian…”
“Bodoh, hahaha. Udah ga musim kalau jangan-jangan kalian jodoh mah”.
Begitulah tanggapan refleks dari dua orang kakak tingkat. Ya, namanya Hilal Ahmad. Ia mahasiswa yang sering menjadi rival Andro dalam berbagai forum diskusi, argumennya sangat kuat. Namun, hal tersebut justru membuat mereka dekat. Setiap selesai forum, mereka selalu mengobrol, berbagi referensi,  dan membahas berbagai isu terbaru. Mereka memang dua orang pemuda yang hebat, calon pemimpin masa depan.
“Lo mau kemana?” tanya Andro setelah kuliah sore.
“Gue metafisika dulu” jawab Hilal.
“Gue tunggu lo di perpus pusat” kata Andro.
Ketika di perpustakaan pusat, mereka duduk di meja bundar lantai dasar, sambil melahap tumpukan bukunya masing-masing.
 “Eh tadi lo metafisika? Itu ngapain aja? Belajar ngobrol sama hantu?”, tanya Andro.
“Hahaha, bukan, bukan metafisika yang itu. Di jurusan kita itu ada bimbingan yang namanya metafisika. Itu bimbingan untuk tahsin, maksudnya belajar baca Al-Quran dengan baik. Ini untuk persiapan tutorial PAI di semester depan”.
“Tutorial apaan? Tutorial hijab? Lo kan cowok”.
“Bukan Ndro. Tutorial baca Al-Quran. Kegiatan yang ngaruh ke nilai PAI semester dua. Di kegiatan ini kita diajarin baca Al-Quran, ada tesnya juga. Selain itu juga ada tutoring, berbagi pengetahuan tentang dunia islam, pokoknya bermanfaat banget. Gitu sih yang gua denger dari kakak tingkat”.
“Oh gitu, selamat bersibuk-sibuk ria ya di semester dua, haha”.
“Lo gimana? Udah nanya tentang mata kuliah agama hindu ke kakak tingkat?”.
“Belum”.
“Loh, kenapa? Mau gue bantu cari info?”
“Ga usah, males gue”.
“Hah? Ga salah nih? Ini kan bakal ngaruh ke IP lu di semester dua. Lo kan orangnya perfeksionis banget”. 
“Kepo. Ga penting”.
Hilal sedikit terguncang ketika mendengar tanggapan Andro. Ia lain dari biasanya. Ketika membicarakan hal yang berkaitan dengan mata kuliah dan IP, Andro akan sangat bergairah. Tetapi kali ini berbeda. Justru Hilal yang sedikit cerewet. Sepertinya ada sesuatu yang Andro sembunyikan.

Besok adalah tanggal perayaan hari besar umat hindu. Setiap hari jumat, kelas Fisika C 2014 tidak ada jadwal kuliah.
“Andro, besok galungan ya? Ngapain lo masih disini?” tanya Hilal.
“Maksud lo apaan?”.
“Lo kan banyak duit, gue kira lo bakal ngerayain galungan di Bali”.
“Ah ga penting”.
“Ndro, gue mau nanya sesuatu sama lo. Tapi lo jangan tersinggung ya”.
“Nanya apa?”.
“Lo hindu kan? Tapi kok sejauh yang gue tau lo ga pernah ngerayain hari-hari besar hindu, dan lo suka sensitif kalau gua nanyain hal yang menyangkut hindu. Kenapa?”
“Eh lo kok jadi bawel gini sih?”
“Nah kan, sensitif. Tinggal jawab aja Ndro”
“Lo mau tau? Gue bukan hindu”
“Apa?! Maksud lo apa Ndro?”
 “Maksa banget nih anak. Yaudah, gue jelasin, tapi jangan disini”
Mereka berdua pergi ke lantai dua perpustakaan pusat. Tempat favorit ketika mereka akan membicarakan sesuatu yang rahasia, seperti ideologi berbahaya, pengkritisan terhadap kebijakan rektor, dan hal rahasia lain, seperti kondisi yang mereka hadapi sekarang.
“Gue bukan orang yang beragama hindu. Cuma KTP, KTM, dan identitas tertulis gue yang lain yang bertuliskan hindu. Ayah gue hindu. Ibu gue budha. Kakak gue protestan, pembantu gue katholik. Keluarga kami sangat menghormati keberagaman agama. Sebenarnya, kami tidak terlalu terpengaruh dan taat terhadap agama yang kami yakini. Kami lebih mencintai ilmu pengetahuan. Tapi, diantara anggota keluarga gue yang lain, gue yang paling cinta sama ilmu pengetahuan. Lo tau kan, orang yang cintanya beneran itu, ga akan bagi-bagi. Gue juga gitu. Ga mau bagi-bagi. Jadi, yang gue yakini cuma satu. Gue cuma mengimani ilmu pengetahuan. Gue ga percaya adanya tuhan. Gue lebih percaya dan kagum sama Galileo, Stephen Hawking, dan teman-temannya. Mereka bisa mengerti alam semesta tanpa tuhannya”.
Otak Hilal sulit untuk memahami apa yang baru saja ditangkap oleh indra pendengarannya. Orang yang paling dekat dengannya ternyata tidak beragama. Padahal Andro sering melihat Hilal shalat, mendengar Hilal mengaji dan bershalawat. Andro juga tahu bahwa Hilal berasal dari keluarga muslim yang taat. Tapi kenapa Andro mampu menyembunyikan identitas aslinya.
“L…lo at…ateis?”
“Awalnya, pas SMA, gue agnostik. Gue nyari tuhan yang kata orang-orang nyiptain alam semesta itu, tapi gue ga pernah nemu petunjuk yang masuk akal. Dan setelah melakukan kajian dan pencarian selama kurang lebih dua tahun, gue memutuskan untuk menjadi seorang ateis. Gue ga nyuruh lo buat tutup mulut tentang ini, lo bebas mau nyebarin atau apa”.
“Gue ga bilang bakal nyebarin kok. Gue menghargai apa yang lo yakini. Itu kan ideologi masing-masing. Dan gue ga akan maksa lo untuk menganut agama gue. Lakum dinukum waliyadin”.
“Whatever. Tapi, makasih ya kalau lo emang ngehargain gue”

Setelah lelah dengan tugas kuliah yang datang bertubi-tubi, penat akibat atmosfer kampus yang terlalu ekstrim, kerinduan anak-anak rantau terhadap harum masakan ibu, hobi yang sudah lama tak terjamah, semuanya menjadi alasan bagi para mahasiswa untuk menyambut bulan ini dengan suka cita. Januari 2015. Libur semester telah tiba. Hilal yang berasal dari Pandeglang, Banten, sudah merencanakan kepulangannya sejak lama. Sedangkan Andro terlalu asik dengan proyek-proyek penelitiannya.
“Lo mau pulang kampung? Kapan?” tanya Andro pada Hilal sepulang belajar.
“Iya, lusa berangkat”.
“Yah, cepet banget. Tadinya gue mau minta bantuan lo buat proyek gue”.
“Bantuan apa?”.
“Gue ada proyek tentang arah terbit dan tenggelamnya matahari dan kemungkinan matahari terbit dari barat karena pergeseran kutub magnet bumi. Banyak prosedur yang ga bisa gua lakuin sendirian”.
“Lo ikut aja ke Pandeglang. Disana banyak spot bagus buat ngamatin matahari. Lo mau ngamatin di puncak gunung atau di pantai juga bisa”.
“Wah serius lo? Yaudah gue siapin alat-alatnya. Jangan lusa, besok aja kita berangkat”.
Setelah melalui perjalanan panjang akibat macetnya ibu kota, akhirnya mereka sampai di tujuan. Rumah Hilal terletak di kaki gunung Pulosari. Suasana religius disana sangatlah kental. Banyak didirikan pondok-pondok pesantren dan surau untuk pengajian. Ayah Hilal juga merupakan seorang ustadz. Sebenarnya Hilal mempunyai misi lain membawa Andro ke rumanhnya. Bukan hanya untuk membantu Andro dalam proyeknya, ia juga ingin Andro masuk islam. Ia sudah pernah membicarakan hal ini dengan ayahnya setelah shalat malam, ketika Andro sedang lelap dalam tidurnya. Ayahnya tentu saja sangat mendukung. Meskipun hidayah itu datang kepada hati Andro sendiri, namun ia harus dibimbing dan diberi petunjuk.
“Gue frustasi. Gue butuh referensi lebih banyak. Gue belum yakin sama hipotesis gue”, kata Andro yang sibuk dengan laptop dan tumpukkan bukunya.
“Emang referensi tentang apa yang lo butuhin?”
“Tentang lapisan-lapisan atmosfer yang memengaruhi masuknya cahaya matahari, gue belum yakin itu seimbang atau engga”.
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?...”, tiba-tiba terdengar suara seorang ustadz yang sedang ceramah di mesjid dekat rumah Hilal.
“Itu Q.S Al-Mulk ayat 3 sampai 4. Pas banget sama pertanyaan lo, jadiin referensi tuh”, kata Hilal sambil tersenyum.
“Hah? A… aneh-aneh aja lo”, bantah Andro yang terlihat kaget mendengar kebetulan yang baru saja terjadi.
Hilal membalas bantahan Andro dengan senyuman.
“Andro, gue tau lo udah nyari referensi kemana-mana, termasuk ke semua kitab suci yang ada di rumah lo, lo tau ga referensi yang paling pas sama judul penelitian lo ini?”
Andro hanya menunduk sambil menggaruk-garukkan kepalanya. Ia pernah menceritakan kendala-kendala yang dilaluinya selama persiapan penelitian ini. Ternyata, Andro sudah merancang dan mengumpulkan referensi untuk eksperimen ini sejak awal masuk kuliah. Tetapi, dari sekian banyak buku yang ia baca, tidak ada pernyataan yang benar-benar mendukung hipotesisnya.
“Diriwayatkan oleh Abu Huarirah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, ”Siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat, maka Allah akan menerima Taubatnya”,
“Al-Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr radliyallaahu ‘anhuma, ia berkata “Aku menghapal dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebuah hadits yang aku tidak lupa setelahnya. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Sesungguhnya tanda-tanda (besar hari kiamat) pertama yang akan muncul adalah terbitnya matahari dari arah barat’”
“Masih belum yakin juga?” tanya Hilal sambil tersenyum.
Andro hanya bisa memandang Hilal dengan tatapan yang menunjukkan kekagumannya terhadap kalimat-kalimat yang baru saja keluar dari mulut Hilal.
“Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tidaklah tegak hari kiamat hingga matahari terbit dari arah barat. Apabila ia telah terbit (dari arah barat) dan manusia melihatnya, maka berimanlah mereka semua. Pada hari itu tidaklah bermanfaat keimanan seseorang yang tidak beriman sebelum hari itu atau belum mengusahakan kebaikan di masa imannya’”.
Seketika air mata menetes dan perlahan mengalir deras di pipi Andro. Ia tak mampu menutupi rasa takjubnya. Ia menangis tersedu-sedu, memandang Hilal dengan air mata dan senyuman di wajahnya. Ia menggenggam tangan Hilal dengan kuat.
“Hilal, gue ga tau apa yang gue rasain sekarang. Hati gue tergetar. Sebenernya, sejak ayat Al-Quran yang dibacain ustadz di mesjid tentang atmosfer. Gue udah terbangun dari tidur panjang gue. Tapi di dalam hati gue masih ada pergejolakan hebat antara nerima itu semua atau engga. Tapi, setelah hadis-hadis yang lo ucapin tadi, pergejolakkan itu udah reda. Gue yakin sama hipotesis gue sekarang. Gue percaya sama semua yang lo bilang tadi. Gue percaya sama the creator, Tuhan lo, Allah SWT”.
Air mata dan emosi itu, bagaikan virus ganas yang menyebar dengan cepat. Hanya dalam waktu sepersekian detik, Hilal juga diliputi air mata haru.
“Subhanallah, walhamdulillah. Hidayah itu datang secepat ini. Alhamdulillah, wa syukurillah. Andro, lo ikut gue ke mesjid sekarang. Disana ada ayah gue. Dia bakal ngebimbing lo bersyahadat”, dengan penuh semangat dan perasaan suka cita, Hilal membimbing Andro menuju mesjid, menuju jalan terbaik yang telah Andro pilih untuk kehidupannya.

Begitulah datangnya kebaikan. Tak terduga. Tak memandang siapa yang akan didatangi, kapan, dan dimana, semua terjadi begitu saja. Latar belakang munculnya hidayah bagi setiap orang bisa sangat berbeda dan tak disadari. Ilmu pengetahuan duniawi ternyata bisa mengantarkan seseorang menuju Tuhannya. Tuhan pemilik dunia yang ia teliti. Tuhan yang menciptakan alam semesta yang bahkan tak akan habis di pelajari selama ribuan tahun. Sudah sewajarnya manusia yang hanya salah satu dari triliunan ciptaan Tuhan, tunduk dan patuh kepada Sang Pencipta. Bagaimana mungkin seorang manusia yang berakal dapat mengabaikan pencipta raganya yang luar biasa sempurna? Pengatur denyut nadi, pengatur aliran darah, pengatur kadar garam di lautan, pengatur rotasi bumi, pengatur aktivitas galaksi yang luar biasa luas. Masih bisakah manusia yang berilmu mengabaikan kekuasaanNya? Sampai kapan manusia akan menutup mata atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Tuhannya? Akan ada keadaan dimana manusia berakal meluapkan segala rasa syukur terhadap Sang Pencipta melalui air matanya.

  Hari-hari Andro dan Hilal menjadi semakin indah sejak saat itu. Andro telah banyak mempelajari islam selama di rumah Hilal. Dengan kemampuan intelegensi yang sangat tinggi, Andro dapat dengan cepat mengerti ibadah-ibadah yang dilakukan umat islam. Ia hanya perlu waktu sehari untuk menghafal bacaan shalat dan doa sehari-hari. Ia juga sangat senang belajar membaca Al-Quran.
“Emang sih gue pernah belajar bahasa arab sebelumnya. Tapi bahasa arab yang ada di Al-Quran tuh beda. Puitis banget. Tapi juga saintis. Now, I believe that Al-Quran isn’t only a book of ‘science’, but also a book of ‘sign’. Gue pengen dong bisa baca Quran merdu kayak lo. Kalau gue balik ke Bandung, udah ga ada ayah lo, lo harus mau ngajarin gue baca Quran ya!”, kata Andro dengan penuh semangat.
“Tenang aja. Lagian kan ada tutorial di semester depan. Disana lo bakal diajarin ngaji sampai jago. Lo bakal seneng deh sama tutorial. Soalnya disana ada kajian ayat juga, cocok banget kan sama lo yang hobi menganalisis. Pokoknya banyak manfaatnya deh tutorial tuh” jawab Hilal dengan sedikit promosi.
“Bisa-bisa gue jadi kuncen Al-Furqon kali ya, hahaha”.
 Andro dan Hilal sangat bersemangat menyambut tutorial. Hilal tentu saja langsung lulus di tes baqi. Berbeda dengan Hilal, Andro belum lulus kali ini. Ia mengaku sengaja tidak menampilkan kemampuan mengajinya yang sesungguhnya. Karena ia ingin masuk kelas tahsin, agar bisa belajar membaca Al-Quran lebih dalam dan lebih banyak. Program tutorial sangat membantu Andro yang merupakan pendatang baru di dunia islam.

Rasa syukur yang luar biasa dirasakan oleh Hilal atas keputusan Andro untuk beriman dan menjadi seorang muslim. Ia senang karena sudah berhasil meruntuhkan tembok tinggi beserta pilar kuat yang telah dibangun Andro untuk mengelilingi dirinya sendiri. Tembok yang melindungi pemikirannya tentang ketidakadaan tuhan. Pilar yang menguatkan hatinya agar menjadi keras. Sekarang tembok dan pilar itu telah runtuh oleh keindahan ayat-ayat suci Al-Quran dan keimanan yang kuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar