Runtuhnya
Pilar Andromeda
Andromeda
Dwi Satrio, seorang remaja yang memiliki kemampuan intelegensi tinggi. Andro,
begitu ia biasa dipanggil. Posisinya sebagai urutan teratas di kelasnya tidak
pernah tergantikan sejak sekolah dasar. Sejak kecil, Andro bercita-cita untuk
menjadi ilmuwan. Keluarganya sangat tergila-gila pada ilmu pengetahuan.
Sekarang ia kuliah di Fisika Universitas Pendidikan Indonesia.
Rangkaian
ospek universitas dan jurusan telah ia lalui. Sejak awal masuk, sifatnya yang
ramai dan kritis membuatnya mudah dikenal dan mendapat banyak teman, terutama
di kalangan jurusannya. Namun, bukan hanya Andro yang kritis dan pintar.
“Ijin
menanggapi pernyataan Andromeda. Nama, Hilal Ahmad…”
“Wah,
nama kamu Hilal? Yang tadi Andromeda? IPBA banget yah. Jangan-jangan kalian…”
“Bodoh,
hahaha. Udah ga musim kalau jangan-jangan kalian jodoh mah”.
Begitulah
tanggapan refleks dari dua orang kakak tingkat. Ya, namanya Hilal Ahmad. Ia mahasiswa
yang sering menjadi rival Andro dalam berbagai forum diskusi, argumennya sangat
kuat. Namun, hal tersebut justru membuat mereka dekat. Setiap selesai forum,
mereka selalu mengobrol, berbagi referensi, dan membahas berbagai isu terbaru. Mereka memang
dua orang pemuda yang hebat, calon pemimpin masa depan.
“Lo
mau kemana?” tanya Andro setelah kuliah sore.
“Gue
metafisika dulu” jawab Hilal.
“Gue
tunggu lo di perpus pusat” kata Andro.
Ketika
di perpustakaan pusat, mereka duduk di meja bundar lantai dasar, sambil melahap
tumpukan bukunya masing-masing.
“Eh tadi lo metafisika? Itu ngapain aja?
Belajar ngobrol sama hantu?”, tanya Andro.
“Hahaha,
bukan, bukan metafisika yang itu. Di jurusan kita itu ada bimbingan yang
namanya metafisika. Itu bimbingan untuk tahsin, maksudnya belajar baca Al-Quran
dengan baik. Ini untuk persiapan tutorial PAI di semester depan”.
“Tutorial
apaan? Tutorial hijab? Lo kan cowok”.
“Bukan
Ndro. Tutorial baca Al-Quran. Kegiatan yang ngaruh ke nilai PAI semester dua.
Di kegiatan ini kita diajarin baca Al-Quran, ada tesnya juga. Selain itu juga
ada tutoring, berbagi pengetahuan tentang dunia islam, pokoknya bermanfaat
banget. Gitu sih yang gua denger dari kakak tingkat”.
“Oh
gitu, selamat bersibuk-sibuk ria ya di semester dua, haha”.
“Lo
gimana? Udah nanya tentang mata kuliah agama hindu ke kakak tingkat?”.
“Belum”.
“Loh,
kenapa? Mau gue bantu cari info?”
“Ga
usah, males gue”.
“Hah?
Ga salah nih? Ini kan bakal ngaruh ke IP lu di semester dua. Lo kan orangnya
perfeksionis banget”.
“Kepo.
Ga penting”.
Hilal
sedikit terguncang ketika mendengar tanggapan Andro. Ia lain dari biasanya.
Ketika membicarakan hal yang berkaitan dengan mata kuliah dan IP, Andro akan
sangat bergairah. Tetapi kali ini berbeda. Justru Hilal yang sedikit cerewet.
Sepertinya ada sesuatu yang Andro sembunyikan.
Besok
adalah tanggal perayaan hari besar umat hindu. Setiap hari jumat, kelas Fisika
C 2014 tidak ada jadwal kuliah.
“Andro,
besok galungan ya? Ngapain lo masih disini?” tanya Hilal.
“Maksud
lo apaan?”.
“Lo
kan banyak duit, gue kira lo bakal ngerayain galungan di Bali”.
“Ah
ga penting”.
“Ndro,
gue mau nanya sesuatu sama lo. Tapi lo jangan tersinggung ya”.
“Nanya
apa?”.
“Lo
hindu kan? Tapi kok sejauh yang gue tau lo ga pernah ngerayain hari-hari besar
hindu, dan lo suka sensitif kalau gua nanyain hal yang menyangkut hindu. Kenapa?”
“Eh
lo kok jadi bawel gini sih?”
“Nah
kan, sensitif. Tinggal jawab aja Ndro”
“Lo
mau tau? Gue bukan hindu”
“Apa?!
Maksud lo apa Ndro?”
“Maksa banget nih anak. Yaudah, gue jelasin,
tapi jangan disini”
Mereka
berdua pergi ke lantai dua perpustakaan pusat. Tempat favorit ketika mereka
akan membicarakan sesuatu yang rahasia, seperti ideologi berbahaya,
pengkritisan terhadap kebijakan rektor, dan hal rahasia lain, seperti kondisi
yang mereka hadapi sekarang.
“Gue
bukan orang yang beragama hindu. Cuma KTP, KTM, dan identitas tertulis gue yang
lain yang bertuliskan hindu. Ayah gue hindu. Ibu gue budha. Kakak gue
protestan, pembantu gue katholik. Keluarga kami sangat menghormati keberagaman
agama. Sebenarnya, kami tidak terlalu terpengaruh dan taat terhadap agama yang
kami yakini. Kami lebih mencintai ilmu pengetahuan. Tapi, diantara anggota
keluarga gue yang lain, gue yang paling cinta sama ilmu pengetahuan. Lo tau
kan, orang yang cintanya beneran itu, ga akan bagi-bagi. Gue juga gitu. Ga mau
bagi-bagi. Jadi, yang gue yakini cuma satu. Gue cuma mengimani ilmu
pengetahuan. Gue ga percaya adanya tuhan. Gue lebih percaya dan kagum sama
Galileo, Stephen Hawking, dan teman-temannya. Mereka bisa mengerti alam semesta
tanpa tuhannya”.
Otak
Hilal sulit untuk memahami apa yang baru saja ditangkap oleh indra
pendengarannya. Orang yang paling dekat dengannya ternyata tidak beragama.
Padahal Andro sering melihat Hilal shalat, mendengar Hilal mengaji dan
bershalawat. Andro juga tahu bahwa Hilal berasal dari keluarga muslim yang
taat. Tapi kenapa Andro mampu menyembunyikan identitas aslinya.
“L…lo
at…ateis?”
“Awalnya,
pas SMA, gue agnostik. Gue nyari tuhan yang kata orang-orang nyiptain alam
semesta itu, tapi gue ga pernah nemu petunjuk yang masuk akal. Dan setelah
melakukan kajian dan pencarian selama kurang lebih dua tahun, gue memutuskan
untuk menjadi seorang ateis. Gue ga nyuruh lo buat tutup mulut tentang ini, lo
bebas mau nyebarin atau apa”.
“Gue
ga bilang bakal nyebarin kok. Gue menghargai apa yang lo yakini. Itu kan ideologi
masing-masing. Dan gue ga akan maksa lo untuk menganut agama gue. Lakum dinukum
waliyadin”.
“Whatever.
Tapi, makasih ya kalau lo emang ngehargain gue”
Setelah
lelah dengan tugas kuliah yang datang bertubi-tubi, penat akibat atmosfer
kampus yang terlalu ekstrim, kerinduan anak-anak rantau terhadap harum masakan
ibu, hobi yang sudah lama tak terjamah, semuanya menjadi alasan bagi para
mahasiswa untuk menyambut bulan ini dengan suka cita. Januari 2015. Libur
semester telah tiba. Hilal yang berasal dari Pandeglang, Banten, sudah
merencanakan kepulangannya sejak lama. Sedangkan Andro terlalu asik dengan proyek-proyek
penelitiannya.
“Lo
mau pulang kampung? Kapan?” tanya Andro pada Hilal sepulang belajar.
“Iya,
lusa berangkat”.
“Yah,
cepet banget. Tadinya gue mau minta bantuan lo buat proyek gue”.
“Bantuan
apa?”.
“Gue
ada proyek tentang arah terbit dan tenggelamnya matahari dan kemungkinan
matahari terbit dari barat karena pergeseran kutub magnet bumi. Banyak prosedur
yang ga bisa gua lakuin sendirian”.
“Lo
ikut aja ke Pandeglang. Disana banyak spot bagus buat ngamatin matahari. Lo mau
ngamatin di puncak gunung atau di pantai juga bisa”.
“Wah
serius lo? Yaudah gue siapin alat-alatnya. Jangan lusa, besok aja kita
berangkat”.
Setelah
melalui perjalanan panjang akibat macetnya ibu kota, akhirnya mereka sampai di
tujuan. Rumah Hilal terletak di kaki gunung Pulosari. Suasana religius disana
sangatlah kental. Banyak didirikan pondok-pondok pesantren dan surau untuk
pengajian. Ayah Hilal juga merupakan seorang ustadz. Sebenarnya Hilal mempunyai
misi lain membawa Andro ke rumanhnya. Bukan hanya untuk membantu Andro dalam
proyeknya, ia juga ingin Andro masuk islam. Ia sudah pernah membicarakan hal
ini dengan ayahnya setelah shalat malam, ketika Andro sedang lelap dalam
tidurnya. Ayahnya tentu saja sangat mendukung. Meskipun hidayah itu datang
kepada hati Andro sendiri, namun ia harus dibimbing dan diberi petunjuk.
“Gue
frustasi. Gue butuh referensi lebih banyak. Gue belum yakin sama hipotesis gue”,
kata Andro yang sibuk dengan laptop dan tumpukkan bukunya.
“Emang
referensi tentang apa yang lo butuhin?”
“Tentang
lapisan-lapisan atmosfer yang memengaruhi masuknya cahaya matahari, gue belum
yakin itu seimbang atau engga”.
“Yang telah menciptakan tujuh langit
berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu
lihat sesuatu yang tidak seimbang?...”, tiba-tiba terdengar suara seorang
ustadz yang sedang ceramah di mesjid dekat rumah Hilal.
“Itu
Q.S Al-Mulk ayat 3 sampai 4. Pas banget sama pertanyaan lo, jadiin referensi
tuh”, kata Hilal sambil tersenyum.
“Hah?
A… aneh-aneh aja lo”, bantah Andro yang terlihat kaget mendengar kebetulan yang
baru saja terjadi.
Hilal
membalas bantahan Andro dengan senyuman.
“Andro,
gue tau lo udah nyari referensi kemana-mana, termasuk ke semua kitab suci yang
ada di rumah lo, lo tau ga referensi yang paling pas sama judul penelitian lo
ini?”
Andro
hanya menunduk sambil menggaruk-garukkan kepalanya. Ia pernah menceritakan
kendala-kendala yang dilaluinya selama persiapan penelitian ini. Ternyata,
Andro sudah merancang dan mengumpulkan referensi untuk eksperimen ini sejak
awal masuk kuliah. Tetapi, dari sekian banyak buku yang ia baca, tidak ada
pernyataan yang benar-benar mendukung hipotesisnya.
“Diriwayatkan
oleh Abu Huarirah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, ”Siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat, maka Allah
akan menerima Taubatnya”,
“Al-Imam
Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr radliyallaahu ‘anhuma, ia
berkata “Aku menghapal dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebuah
hadits yang aku tidak lupa setelahnya. Aku pernah mendengar Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Sesungguhnya
tanda-tanda (besar hari kiamat) pertama yang akan muncul adalah terbitnya
matahari dari arah barat’”
“Masih
belum yakin juga?” tanya Hilal sambil tersenyum.
Andro
hanya bisa memandang Hilal dengan tatapan yang menunjukkan kekagumannya
terhadap kalimat-kalimat yang baru saja keluar dari mulut Hilal.
“Al-Bukhari
dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu bahwasannya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tidaklah tegak hari kiamat hingga matahari terbit dari arah barat.
Apabila ia telah terbit (dari arah barat) dan manusia melihatnya, maka
berimanlah mereka semua. Pada hari itu tidaklah bermanfaat keimanan seseorang
yang tidak beriman sebelum hari itu atau belum mengusahakan kebaikan di masa
imannya’”.
Seketika
air mata menetes dan perlahan mengalir deras di pipi Andro. Ia tak mampu
menutupi rasa takjubnya. Ia menangis tersedu-sedu, memandang Hilal dengan air
mata dan senyuman di wajahnya. Ia menggenggam tangan Hilal dengan kuat.
“Hilal,
gue ga tau apa yang gue rasain sekarang. Hati gue tergetar. Sebenernya, sejak
ayat Al-Quran yang dibacain ustadz di mesjid tentang atmosfer. Gue udah
terbangun dari tidur panjang gue. Tapi di dalam hati gue masih ada pergejolakan
hebat antara nerima itu semua atau engga. Tapi, setelah hadis-hadis yang lo
ucapin tadi, pergejolakkan itu udah reda. Gue yakin sama hipotesis gue
sekarang. Gue percaya sama semua yang lo bilang tadi. Gue percaya sama the creator, Tuhan lo, Allah SWT”.
Air
mata dan emosi itu, bagaikan virus ganas yang menyebar dengan cepat. Hanya
dalam waktu sepersekian detik, Hilal juga diliputi air mata haru.
“Subhanallah,
walhamdulillah. Hidayah itu datang secepat ini. Alhamdulillah, wa syukurillah.
Andro, lo ikut gue ke mesjid sekarang. Disana ada ayah gue. Dia bakal
ngebimbing lo bersyahadat”, dengan penuh semangat dan perasaan suka cita, Hilal
membimbing Andro menuju mesjid, menuju jalan terbaik yang telah Andro pilih
untuk kehidupannya.
Begitulah
datangnya kebaikan. Tak terduga. Tak memandang siapa yang akan didatangi,
kapan, dan dimana, semua terjadi begitu saja. Latar belakang munculnya hidayah
bagi setiap orang bisa sangat berbeda dan tak disadari. Ilmu pengetahuan
duniawi ternyata bisa mengantarkan seseorang menuju Tuhannya. Tuhan pemilik
dunia yang ia teliti. Tuhan yang menciptakan alam semesta yang bahkan tak akan
habis di pelajari selama ribuan tahun. Sudah sewajarnya manusia yang hanya
salah satu dari triliunan ciptaan Tuhan, tunduk dan patuh kepada Sang Pencipta.
Bagaimana mungkin seorang manusia yang berakal dapat mengabaikan pencipta
raganya yang luar biasa sempurna? Pengatur denyut nadi, pengatur aliran darah,
pengatur kadar garam di lautan, pengatur rotasi bumi, pengatur aktivitas
galaksi yang luar biasa luas. Masih bisakah manusia yang berilmu mengabaikan
kekuasaanNya? Sampai kapan manusia akan menutup mata atas segala nikmat yang
telah diberikan oleh Tuhannya? Akan ada keadaan dimana manusia berakal
meluapkan segala rasa syukur terhadap Sang Pencipta melalui air matanya.
Hari-hari Andro dan Hilal menjadi semakin
indah sejak saat itu. Andro telah banyak mempelajari islam selama di rumah
Hilal. Dengan kemampuan intelegensi yang sangat tinggi, Andro dapat dengan
cepat mengerti ibadah-ibadah yang dilakukan umat islam. Ia hanya perlu waktu sehari
untuk menghafal bacaan shalat dan doa sehari-hari. Ia juga sangat senang
belajar membaca Al-Quran.
“Emang
sih gue pernah belajar bahasa arab sebelumnya. Tapi bahasa arab yang ada di
Al-Quran tuh beda. Puitis banget. Tapi juga saintis. Now, I believe that Al-Quran isn’t only a book of ‘science’, but also a
book of ‘sign’. Gue pengen dong bisa baca Quran merdu kayak lo. Kalau gue
balik ke Bandung, udah ga ada ayah lo, lo harus mau ngajarin gue baca Quran
ya!”, kata Andro dengan penuh semangat.
“Tenang
aja. Lagian kan ada tutorial di semester depan. Disana lo bakal diajarin ngaji
sampai jago. Lo bakal seneng deh sama tutorial. Soalnya disana ada kajian ayat
juga, cocok banget kan sama lo yang hobi menganalisis. Pokoknya banyak
manfaatnya deh tutorial tuh” jawab Hilal dengan sedikit promosi.
“Bisa-bisa
gue jadi kuncen Al-Furqon kali ya, hahaha”.
Andro dan Hilal sangat bersemangat menyambut
tutorial. Hilal tentu saja langsung lulus di tes baqi. Berbeda dengan Hilal,
Andro belum lulus kali ini. Ia mengaku sengaja tidak menampilkan kemampuan
mengajinya yang sesungguhnya. Karena ia ingin masuk kelas tahsin, agar bisa
belajar membaca Al-Quran lebih dalam dan lebih banyak. Program tutorial sangat
membantu Andro yang merupakan pendatang baru di dunia islam.
Rasa
syukur yang luar biasa dirasakan oleh Hilal atas keputusan Andro untuk beriman
dan menjadi seorang muslim. Ia senang karena sudah berhasil meruntuhkan tembok
tinggi beserta pilar kuat yang telah dibangun Andro untuk mengelilingi dirinya sendiri.
Tembok yang melindungi pemikirannya tentang ketidakadaan tuhan. Pilar yang
menguatkan hatinya agar menjadi keras. Sekarang tembok dan pilar itu telah
runtuh oleh keindahan ayat-ayat suci Al-Quran dan keimanan yang kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar